Viral Aksi Dedi Mulyadi Otak-atik 3 Aturan Sekolah,Bakal Bikin Murid Disiplin Pakai Cara Tegas Ini

banner 468x60

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengubah aturan baru terkait sekolah dan pendidikan di Jabar menyebabkan beragam reaksi dari publik.

Pasalnya, Dedi Mulyadi akan membuat peraturan yang tegas agar para murid bisa fokus mengejar pendidikannya, bukan menghabiskan waktu untuk hal di luar sekolah.

Tiga aturan baru itu tidak muncul secara spontan dibuat oleh Dedi Mulyadi.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Seorang pria yang dikenal dengan julukan Kang Dedi atau Demul telah mendengar keluhan dari orang tua siswa tentang biaya sekolah yang mahal serta kisah-kisah para guru.

Karena itu, untuk memperkuat lagi peraturan baru tersebut, Demul baru-baru ini berbicara dengan seorang pendidik yang dikenalnya, yaitu kepala sekolah SMAN 3 Purwakarta, Asep Mulyana.

Larangan wisuda di tingkat pendidikan TK hingga SMP

Dalam percakapannya itu, Pak Dedi membahas banyak hal.

Topik utama yang dibahas Dedi berdasarkan kontennya di TikTok yang belakangan ini menjadi viral adalah terkait dengan wisuda.

Sekretaris Dikpora, Demul, mengakui akan membuat aturan baru, yaitu melarang sekolah TK hingga SMP menggelar upacara wisuda.

Kata Dedi Mulyadi, wisuda saat TK hingga SMP tidak tepat, karena mengeluarkan biaya yang tidak berguna.

“Saya melarang di sekolah itu membuat kegiatan wisuda. Karena wisuda menurut saya cocok untuk lulusan S1 atau diploma 3. Ini TK wisuda, SD wisuda, SMP wisuda. Nah, ujung wisuda ini kan biaya tambahan lagi, ribut lagi,” kata Dedi Mulyadi dilansir www.kabarpati.compada Minggu (2/3/2025).

Alih-alih wisuda, Kang Dedi lebih menyarankan agar kelulusan siswa TK sampai SMP dilakukan dengan menggelar acara kesenian.

Nanti, Bapak Dedi siap menyiapkan anggaran untuk pembangunan gedung serba guna di semua sekolah di Jawa Barat.

“Apakah tidak mungkin di sekolah itu lah lulusannya, misalnya ya sekolah itu sendiri yang menyelenggarakannya, seperti zaman dulu kita, kan kita pernah sekolah. Lulusannya dibuat di sekolah, bila perlu nanti pemerintah Provinsi membangun ruang pertunjukan di setiap sekolah, yang memiliki kapasitas 1000 orang, nanti secara bertahap kita bangunkan,” kata Kang Dedi.

Bangunan multifungsi itu, menurut kata Dedi, juga bisa digunakan untuk pertunjukan di luar upacara kelulusan siswa.

Misalnya untuk pertunjukan tari sekolah, musik, menonton film berkualitas bersama siswa, dan kegiatan positif lainnya.

Buku kenangan sekolah

Kedua, hal yang menarik perhatian Kang Dedi selanjutnya adalah terkait dengan aksi para murid yang mengeluarkan banyak uang untuk membeli buku kenangan alias Buku Tahunan.

Bapak Dedi merasa sangat gembira ketika mengetahui bahwa buku tahunan siswa yang telah menjadi tradisi selama bertahun-tahun.

“Jadi album kenangan itu mahal juga. Kami para guru sudah menyarankan, yang tadinya barang cetakan (foto) diganti saja dengan digital. Itu antara Rp150 ribu sampai Rp450 ribu album kenangan,” kata Asep Mulyana.

“Oh, lho, anak-anak punya album kenangan? Ah, itu, saya menyimpan semua kenangan saya tentang Ni Hyang di akun saya, tidak di album karena album itu mudah hilang. Oh, itulah yang dijadikan album kenangan, saya baru tahu,” kata Kang Dedi.

Menurut Pak Asep, buku dan foto kenangan siswa sejatinya bisa disimpan digital saja alih-alih dicetak.

Itu bisa menghemat biaya pembuatan.

Setuju dengan hal tersebut, Dedi meminta agar para siswa tidak lagi mencetak buku tahunan tetapi menggantinya dengan media penyimpanan digital.

“Dan album kenangan itu berapa harganya?” tanya Kang Dedi.

“Mulai dari Rp150 ribu hingga Rp450 ribu per anak. Karena ada kelas ada, angkatan ada,” ujar Asep.

“Setiap anak punya album kenangan dengan harga cetakannya mulai Rp150 ribu sampai Rp450 ribu, ya sulit memilih mana yang mahal,” ujar Kang Dedi.

“Dan mereka yang mengelola mereka, sekolah tidak ikut-ikutan,” pungkas Asep.

“Jadi anak-anak membuat album kenangan, yang sebenarnya bisa disimpan dalam simpanan digital,” kata Kang Dedi.

“Rp20 ribu sudah cukup kalau digital,” tambah Asep.

Membuat peraturan agar siswa taat pada guru.

Ketiga, peraturan baru yang akan Dedi Mulyadi terapkan di sekolah adalah terkait dengan disiplin para siswa.

Awalnya Dedi Mulyadi tampak marah dengan curahan kepala sekolah tentang perilaku siswa yang tidak lagi taat pada guru.

“Bagaimana anak-anak itu sama gurunya? Apakah mereka patuh?” tanya Kang Dedi.

“Ya itu makin menurun tingkat kepatuhan. Biasanya orang tua mengandalkan guru. Sekarang ke guru juga kepatuhannya (murid) makin tahun makin sini pak (kecil). Saya kan jadi guru dari tahun 88, sekarang 2025, perbedaannya jauh sekali (soal kepatuhan murid),” mengakui Asep.

Maka itu, agar murid-murid di Jawa Barat bisa kembali mendengarkan guru, Kang Dedi akan membuat aturan yang baru.

Yaitu orang tua siswa akan diminta menandatangani perjanjian agar para guru bisa menghukum murid yang melanggar undang-undang pendidikan nasional.

“Jadi nanti di penerimaan siswa baru, itu akan ada surat pernyataan dari orang tua bahwa dia tidak akan mengajukan klaim apapun kepada sekolah, manakala sekolah mengambil tindakan yang sangat tegas terhadap siswa yang tidak mematuhi aturan pendidikan sesuai Undang-Undang pendidikan nasional,” ungkap Dedi Mulyadi.

Tak hanya itu, Kang Dedi akan menyediakan pengacara di setiap sekolah.

“Dan kami menyiapkan pengacara untuk sekolah-sekolah, saya menyiapkan pengacara ke sekolah apabila ada kasus kriminal,” ujar Kang Dedi.

“Semua kepala sekolah di Jawa Barat, selama Anda melakukan tindakan yang sesuai dengan aturan, jangan khawatir. Dan jangan khawatir menghadapi orang tua dan siswa yang mengajukan keluhan terhadap para kepala sekolah, para guru, karena tindakan guru demi kepentingan pendidikan. Kami Gubernur Jawa Barat akan melindungi, akan mendanai dan membiayai sekolah-sekolah,” tambahnya.

Berhubungan dengan konten Dedi Mulyadi yang membahas soal peraturan baru sekolah, netizen banyak memberikan komentar.

Terlihat dalam komentar, kebijakan Demul tentang sekolah itu memicu pro dan kontra.

Ada netizen yang mendukung, ada pula yang tidak setuju dengan kebijakan Dedi Mulyadi tersebut.

Jangan semua orang bisa kuliah, biar mereka punya kenangan.

Yg protes kebijakan gubernur ini kemungkinan besar adalah para pelaku bisnis di sekolah. Benar nggak sih?

Tidak semua orang bisa merasakan kuliah tapi semua ingin wisuda, apa salahnya uang uang kami selain dana donatur dilarang diatur.

Tidak jelas apa maksudnya, tapi sepertinya itu adalah komentar yang negatif tentang wisuda yang dilakukan oleh seseorang,

Kita juga beda zaman, kita punya biaya tersendiri untuk menyimpan uang.


banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *