– Apple, sebuah perusahaan teknologi yang bernaung di Cupertino, California, AS, sebelumnya memproduksi produk-produknya di luar negeri asal mereka.
Menurut laporan Evercore ISI, sebagaimana dilaporkan oleh
CNBC
, 80 persen produksi Apple bergantung pada China. Khusus iPhone, 85-90 persen produksinya mengandalkan fasilitas di China.
Apple bekerja sama dengan sejumlah perusahaan pembuat utama yang mayoritas berkantor pusat di Taiwan, termasuk Foxconn, Pegatron, Wistron, serta Compal Electronics.
Beberapa vendor ini menyediakan sejumlah gudang perakitan, dengan mayoritas terletak di China. Terdapat juga beberapa lokasi lainnya yang menyebar di Brasil dan India.
Sebagai contoh, Foxconn terkenal mempunyai pabrik penyusunan produk Apple di kota Zhengzhou dan Shenzhen yang dikenal dengan sebutan “Kota iPhone”, demikian dilaporkan.
KompasTekno
dari
SCW Mag
.
Fasilitas itu mempekerjakan ratusan ribu pekerja yang mampu memproduksi jutaan perangkat dalam waktu singkat dan kualitas yang unggul dibanding negara lain. Lantas, mengapa Apple memilih China untuk merakit sebagian besar produknya?
Bukan sekadar upah murah
Perakitan produk Apple di luar Amerika sudah berlangsung sejak era Steve Jobs. Sebab, Steve Jobs sendiri tidak yakin untuk merakit iPhone dkk di negaranya sendiri.
Berdasarkan pendapat dari para pakar serta Jobs dan penggantinya, Tim Cook, Amerika Serikat kurang mempunyai sumber daya manusia seperti di negara-negara produsen produk Apple lainnya.
Dalam sebuah buku biografi
Steve Jobs
Dalam buku yang ditulis oleh Walter Isaacson, disebutkan bahwa Jobs sempat berjumpa dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada tahun 2010 dan 2011 lalu.
Pada rapat tersebut, Jobs menyebutkan bahwa Amerika membutuhkan tambahan 30.000 teknisi handal guna mendukung pekerjaan di sektor pabrikan.
Di China, Apple dapat menyandarkan diri pada 700.000 tenaga kerja berpengalaman di pabrik-pabrik tersebut.
“Kamu tidak akan bisa mendapatkan banyak orang seperti itu di Amerika untuk direkrut,” jelas Jobs dalam buku itu, demikian dikatakan oleh sumber tersebut.
The Verge,
Jumat (11/4/2025).
Trump Menangguhkan Pajak Impor, Pasar Kripto Memulihankan Warna Hijau
Tim Cook, penerus Jobs dan sekarang menempati posisi CEO di Apple, pun menyampaikan argumen mirip pada acara Fortune Magazine Global Forum tahun 2017 silam.
Cook menyangkal bahwa alasan mengapa China dipilih untuk membuat perangkat Apple adalah karena biaya tenaga kerja yang rendah.
“China sudah tidak lagi dianggap sebagai negeri dengan upah rendah sejak beberapa tahun terakhir. Namun, bukan karena hal tersebutlah kita memutuskan untuk menjadikannya bagian dari jaringan pasokan kami,” ungkap Cook.
“Alasannya adalah karena
skill
Dan jumlah (pekerja) di suatu tempat, serta keahliannya,” tambah Cook.
Cook menyebutkan bahwa kapabilitas China di sektor manufakturing sungguh maju, khususnya mengenai hal tersebut.
precision tooling
, metode perakitannya serta penanganan bahan berkualitas tinggi yang jadi dasar pembuatan iPhone.
Cook menyatakan bahwa di Amerika Serikat, mendapatkan insinyur itu sulit.
tooling
saja sudah sulit.
Di Amerika Serikat, kita mungkin hanya dapat memenuhi sebuah kamar kecil dengan engineer.
tooling.
Di China? Dapat membangun beberapa stadionsepakbola,” katanya.
Klaim ini mengindikasikan bahwa ketergantungan Apple pada China melebihi aspek finansial saja; hal tersebut juga berkaitan dengan fakta bahwa negeri tersebut telah membangun sistem manufaktur yang canggih dan komprehensif, suatu kondisi yang sepertinya sulit untuk diadaptasi oleh negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat.
Saat ini, Apple memperluas jangkauan pemasoknya dengan termasuk India dan Vietnam sebagai lokasi perakitan tambahan.
Trump menginginkan iPhone dibuat di China
Karena sebagian besar produk seperti iPhone diproduksi dan dirakit di China, Trump berharap Apple bersedia mentransfer operasi produksinya ke negara asalnya, yaitu Amerika Serikat.
Trump yakin bahwa Apple memiliki kemampuan untuk membuat iPhone serta peralatan lainnya di Amerika Serikat.
Itu dijelaskan oleh Jurubicara Gedung Putih, Karoline Leavitt.
Dia menyebutkan, Trump yakin Amerika Serikat memiliki tenaga kerja, sumber daya, serta kemampuan yang cukup untuk membuat iPhone secara lokal.
Leavitt mengatakan dalam konferensi pers bahwa Presiden Trump percaya Amerika mempunyai tenaga kerja dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai hal tersebut.
Keinginan itu disampaikan di tengah memanasnya perang tarif impor antara AS-China.
Belakangan ini, Trump menyatakan peningkatan tariff impor dari Cina menjadi 125% dari tingkat semula yang adalah 104%.
Trump pun menerapkan bea masukan terhadap lebih dari 70 negara partner perdagangannya, antara lain India, Vietnam, dan Indonesia.
Meskipun begitu, Trump mengalihkan implementasi tarif impor selama 90 hari. Dalam periode ini, tarif impor dikurangi sebesar 10% agar negara-negara bersangkutan memiliki ruang untuk melakukan negosiasi. Namun, insentif ini tidak tersedia untuk Cina.
Kenaikan tariff impor dari China memberi tekanan pada Apple. Hal ini terjadi karena perusahaan yang berkantor pusat di Cupertino, California, Amerika Serikat tersebut akan menghadapi beban biaya produksi yang meningkat secara signifikan.
Trump mengatakan bahwa apabila perusahaan seperti Apple enggan membayar bea masuk tersebut, sebaiknya produk-produk mereka diproduksi di dalam negeri AS.