JAKARTA,
– Amerika Serikat sedang mengalami kesusahan akibat kekurangan telur ayam usai wabah penyakit flu burung menyebar di antara populasi ayam pemotong.
Ini menyebabkan AS terkena dampak serius dalam krisis suplai telur.
Harga telur di tingkat pengecer pun ikut meningkat karena ketersedian telur yang terbatas.
Dilansir dari
CBA
, pada saat ini Amerika Serikat tengah mengeksplorasi pasar ekspor telur yang belum dimasuki di Benua Eropa.
Meskipun begitu, para ahli mengestimasi bahwa hal tersebut akan sulit terwujud.
Menteri Peternakan Amerika Serikat, Brooke Rollins, bersumpah untuk mengurangi biaya telur bagi para pembeli. Dia dengan sigap menyelidiki seluruh pilihan, yang meliputi potensi di bidang perdagangan.
Departemen Pertanian Amerika Serikat disebutkan sudah berkomunikasi dengan beberapa negara termasuk Jerman, Italia, Polandia, Austria, Norwegia, Spanyol, Denmark, dan Swedia guna mendiskusikan solusi atas permasalahan kurangnya pasokan telur unggas tersebut.
Meskipun begitu, tindakan tersebut justru menimbulkan kompleksitas serta meningkatkannya tensi dalam arena politik karena keputusan tariff dari Presiden AS Donald Trump terhadap beberapa negara partner perdagangannya.
Terakhir kali tercatat, Amerika Serikat telah memperoleh janji untuk menerima pasokan telur dari Turki dan Korea Selatan.
Permohonan impor telur dari Amerika Serikat diajukan saat menghadapi kekurangan produksi telur yang sedang berlangsung.
Produksi telur di Amerika Serikat pada bulan Februari lalu menurun hampir 10% secara year-on-year dibandingkan dengan periode yang serupa di tahun sebelumnya.
Dalam negeri, pemerintah menyiasati peluang untuk mengekspor telur ke Amerika Serikat.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia telah mendukung pengiriman 1,6 juta butir telur ayam untuk dikonsumsi tiap bulannya ke Amerika Serikat setelah produksi dalam negeri mencatatkan surplus sebesar 288.700 ton atau kira-kira 5 miliar butir per bulan.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kementeranian Agung Suganda menyatakan bahwa Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi penyuplai telur bagi negara-negara yang sedang menghadapi masalah produksi karena terjangkit wabah flu burung dengan tingkat kerusakkan tinggi seperti Haloden Patogenik Influenza Burung (HPAI) bahkan Amerika Serikat.
Agung mengatakan pada hari Sabtu (29/3/2025) bahwa kami terus mendukung pertumbuhan ekspor dengan memverifikasi apakah standar kualitas, keselamatan produk pangan, serta ketentuan yang berlaku di negara tujuan telah dipatuhi.
Pada saat ini, biaya untuk membeli satu lusin telur di Amerika Serikat telah meningkat sampai ke 4,11 dolar AS atau kira-kira setara dengan 68.000 rupiah karena adanya kurangnya pasokan produk tersebut.
Pada tahap pertama, pengeluaran sebanyak 1,6 juta butir setiap bulannya sedang berlangsung untuk negosiasi dan memastikan kepatuhan terhadap protokol eksport.
Sekarang ini, Indonesia sudah mengirimkan telur untuk konsumsi ke Singapura dan juga ke Uni Emirat Arab (UEA).
Di sisi lain, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU), Ahmad Dawami, sepenuhnya mendukung eksportasi telur ke Amerika Serikat.
Menurutnya, kemampuan produksi di dalam negeri bisa mendukung penyerahan sampai dengan 160 juta unit setiap bulan tanpa merusak permintaan lokal.
“Indonesia dengan mudah dapat mengekspor 1,6 juta butiran setiap bulan. Jika memungkinkan, mencapai 16 juta atau bahkan 160 juta butiran akan lebih baik lagi,” ungkap Dawami.
Meskipun demikian, dia menekankan bahwa pengiriman telur ke Amerika Serikat bukanlah hal yang sederhana lantaran adanya sejumlah besar aturan yang mesti dijalani. “Mengirimkannya tak semudah itu karena terdapat begitu banyak kriteria yang perlu dipatuhi,” ungkapnya kepada Dawami.