Eropa sudah lama menjadi mitra terdekat Amerika Serikat. Akan tetapi, tampaknya hal itu tidak berlaku untuk masa pemerintahan ini.
Donald Trump
tidak mengalami perasaan serupa. Trump berulang kali menyatakan ancaman, dengan mempertimbangkan untuk mundur dari
NATO
sampai ke tarif terkini untuk bidang otomotif.
Bukan hanya Trump, tetapi juga para pembantunya sering mengelukan kata-kata menusuk hati tentang Eropa yang dapat merusak ikatan antara kedua mitra tersebut. Ucapan-ucapan provokatif dari Wapres juga turut berperan dalam hal ini.
JD Vance
Tentang masalah-masalah seperti belanja pertahanan dan penyensoran sudah menyebabkan ketegangan dalam aliansi diantara Eropa dan Amerika Serikat.
Yang paling baru adalah bahwa obrolan para staf pendukung Trump di aplikasi Signal telah bocor dan dipublikasikan oleh media setelah sang editor utama dari The Atlantic tidak sengaja diajak bergabung dalam grup itu.
Menurut
The Atlantic
, seperti dikutip
Politico
, Wakil Presiden Vance menyampaikan bahwa dirinya sangat membencinya untuk “melompati”
Eropa
lagi ini dengan mengeluarkan operasi militer
Houthi
untuk menjaga armada perkapalan di Laut Merah, khususnya demi kepentingan dagang Eropa. Menteri Pertahanan
Pete Hegseth
Merespons Vance: “Setuju dengan keseluruhan kritikmu tentang penumpang gratis di Eropa. Sungguh suatu hal yang memprihatinkan.”
Bagaimana Tanggapan Eropa?
Pembicaraan yang terdengar ini cepat menimbulkan respon dari pihak petinggi dan duta besar di Inggris serta Eropa. Mereka meresponsnya dengan rasa kesal. Duta Besar dari Inggris menyampaikan bahwa mereka sangat terkejut saat informasi bocornya pembicaraan tersebut muncul pada hari Senin malam lalu, dan ia menjelaskan hal itu seperti sebuah “hal yang tidak masuk akal.”
Vance dipandang sebagai penyulut ketegangan antara Amerika Serikat dengan Eropa. Menurut sumber itu, hal ini mendorong individu lainnya, termasuk Trump, untuk menempati sikap yang tegas agar tak tampak lebih lunak dibandingkan Vance.
Mantan Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps menyebutkan bahwa sejumlah individu di administrasi Trump memerlukan pelajaran kembali tentang siapa sekutu mereka. Ia berpendapat keliru bila ada yang mengklaim pasukan Eropa tak memberikan kontribusi apapun terhadap penyelesaian situasi Houthi yang disokong Iran dan serangan mereka pada perdagangan maritim komersial.
Pesan-pesan yang bocor tersebut termasuk juga diskusi mengenai cara agar Eropa harus membayar Amerika Serikat atas biaya tindakan militer. Bahkan, serangan udara yang diatur dalam kelompok obrolan Signal rahasia ini mendapat dukungan dari pesawat penyedia bahan bakar asal Britania Raya.
Shapps menyampaikan dia sependapat bahwa Eropa perlu melakukan lebih banyak dalam aspek keamanan. Meski begitu, Perdana Menteri Keir Starmer perlu menegur AS bahwa Inggris juga sudah berada di garis terdepan. “Saya mendukung empat serangan yang dilancarkan oleh TNI AU Britania Raya terhadap kelompok Houthi dan Armada Lautannya sedang menjaga keselamatan navigasi di Samudera Merah. Personil kita siap mengorbankan nyawa demi perlindungan perdagangan internasional. Sebagian orang di Washington DC mungkin lupa akan fakta ini,” ujarnya di platform X.
Ed Davey, ketua Partai Liberal Demokrat dari Inggris, mengkritik JD Vance dan kawan-kawannya karena dinilai tak pantas memiliki kekuatan militer terbesar global. “Hal ini tentunya akan menciptakan keprihatinan bagi lembaga pertahanan kami berkaitan dengan data rahasia yang telah dibagikan,” ujarnya.
Di wilayah lain di Eropa, suasana antar para diplomat cenderung mencerminkan perasaan duka dan pasrah. Mereka bermohon agar sikap provokatif Vance serta kawan-kawannya hanyalah pertunjukan untuk publik saja. Di sisi personal, diharapkan mereka akan tampil dengan attitud yang jauh lebih simpatetik.
Akan tetapi, harapan itu sirna begitu cepat. Seorang diplomat dari Uni Eropa, yang enggan disebut nama lengkapnya dan mirip dengan orang-orang lain dalam mengutarakan pendapat secara terbuka, berkata, “Benar-benarnya sangat memilukan ketika melihat bagaimana mereka membicarakan Eropa ketika merasa tak ada pihak yang sedang mendengarkan.” Dia juga menambahkan, “Meski demikian, situasi tersebut bukannya tanpa ekspektasi… Kini kita baru bisa melihat motif mereka dengan semua kejujuran yang kurang bersifat diplomatis.”
Seorang diplomat Uni Eropa lain juga mengkonfirmasi bahwa catatan masa lalu menegaskan pada akhirnya Amerika Serikat akan menjadi sekutu yang handal untuk Eropa. Diplomat itu menyampaikan, “Saat ini, meskipun kita memiliki frasa-frasa diplomatis yang baik, namun kepercayaan sudah hilang.” Dia melanjutkan dengan mengungkapkan, “Tiada persekutuan tanpa rasa percaya. Oleh karena itu, saya merasa Eropa harus melakukan lebih banyak tindakan karena tak mempunyai opsi lain.”
Apakah Eropa Mengandalkan Amerika Serikat?
Secara historis, dilansir
NPR
Eropa sangat mengandalkan dukungan dari Amerika Serikat dalam hal kapabilitas militer, meliputi ketersediaan informasi intelejen, perlindungan nuklir, serta jaringan senjata pertahanan udara. Keberadaan lebih dari puluhan ribu personel Angkatan Darat AS di benua tersebut selama bertahun-tahun setelah Perang Dunia II pun turut menjadi faktor utama dalam pencegahannya terhadap ancaman potensial bagi negara-negara Eropadan bahkan termasuk Rusia sebagai musuh yang bisa mencoba melakukan serangan ke wilayahnya.
Meski demikian, komentar-komentar dalam obrolan grup Signal membuka pandangan tentang pembicaraan kebijakan yang umumnya rahasia serta sudut pandang politis dari pemerintahan Trump. Dalam beberapa bulan belakangan, mereka tidak hanya mengecam pemerintah-pemerintah Eropa atas anggaran pertahanan yang lebih sedikit dibandingkan Amerika Serikat, tapi juga meremehkan keputusan-keputusan kebijakan lain yang mencerminkan perbedaan karakter dengan visi Gedung Putih saat ini.
Trump sudah bersikap tegas terhadap Eropa bahkan sebelum dipilih kembali menjadi presiden Amerika Serikat. Kepala negara tersebut menyatakan bahwa Uni Eropa memanfaatkannya serta mengancam akan memberlakukan bea masuk hingga 200% pada minuman beralkohol buatan Benua Biru sebagai bagian dari pertarungan perdagangan yang tengah berjalan.
Dia juga sudah memicu kekhawatiran bagi sekutu Eropa dengan menyatakan bahwa Amerika Serikat seharusnya mengambil kendali atas Greenland, daerah yang tergabung dalam Uni Eropa melalui Denmark, serta sepertinya menggunakan nada retoris seperti Kremlin tentang konflik Rusia di Ukraina. Hal ini muncul dalam perseteruan publik yang dikenal dengan pihak lainnya yaitu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, di Ruang Oval.
Namun, hal itu tentu saja tidak boleh membuat kita terkejut, ungkap beberapa kolumnis lain, termasuk Pierre Haski, seorang editor senior dari koran Perancis yang sudah berpengalaman dalam bidang tersebut serta menjadi ketua grup advokasi Reporters Without Borders.
Bagi penduduk Eropa, terdapat rasa “keterputusan dalam hubungan” saat menyadari betapa tegarnya perselisihan antara Amerika, ungkap Pierre Haski, seorang editor koran Perancis dengan pengalaman panjang di tempat tersebut serta presiden dari grup kampanye Reporters Without Borders, kepada stasiun radio milik negara Prancis. “Meski demikian, serupa dengan kasih sayang, masih ada hidup pasca kandasnya sebuah cinta — dan sangatlah vital untuk menjalani masa depan baru ini semaksimal mungkin,” imbuhnya.
Namun, saat pemerintah Eropa bersaing untuk memperbesar belanja militer mereka guna persiapan masa depan di mana dukungan keamanan Amerika Serikat mungkin semakin lemah, nada remeh-teh dari pesan-pesan Signal ikut memperjelas betapa cepatnya aliansi Transatlantik sejarawan yang mendukung NATO mulai longsor.